PASAR MODAL BERBASIS SYARIAH

PASAR MODAL

Pasar modal dibutuhkan dalam membangun perekonomian sebuah negara. Lembaga pasar modal merupakan sarana untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi dengan mempertemukan kepentingan investor selaku pihak yang memiliki kelebihan dana dengan peminjaman selaku pihak yang membutuhkan dana.

Kegiatan pasar modal adalah kegiatan investasi, yaitu kegiatan menanamkan modal baik langsung maupun tidak langsung dengan harapan pada waktunya nanti pemilik modal mendapatkan sejumlah keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut.

Namun di pasar modal juga terdapat resiko yang menanti, baik oleh faktor mikro maupun makro seperti yang terjadi pada bulan Oktober 1987, tatkala indeks harga saham di New York turun 22 % dalam sehari. Atau sebagai ulangan dari peristiwa yang lebih gawat lagi, yang terjadi pada tahun 1929 ketika jatuhnya nilai saham di Amerika telah menimbulkan depresi ekonomi yang sangat parah. Buku-buku sejarah senantiasa menyebut peristiwa itu sebagai “Depresi Besar” (The Great Depression) yang telah menyebabkan terus berlanjutnya kemelaratan, kelaparan, dan kesengsaraan. Krisis ini tidak teratasi, kecuali setelah keluarnya keputusan Presiden Roosevelt untuk menerjunkan Amerika ke dalam kancah Perang Dunia II dan membangkitkan perekonomian Amerika dengan cara memproduksi kebutuhan-kebutuhan perang yang sangat besar.

FATWA DSN (DEWAN SYARIAH NASIONAL)

Kriteria Emiten atau Perusahaan Publik Syariah menurut DSN meliputi :

  1. Jenis usaha, produk barang, jasa yang diberikan dan akad serta cara pengelolaan perusahaan Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah tidak boleh bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah.
  2. Jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka 1 di atas, antara lain:
    • perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;
    • lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional;
    • produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman yang haram; dan
    • produsen, distributor, dan/atau penyedia barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
    • melakukan investasi pada Emiten (perusahaan) yang pada saat transaksi tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya;
  3. Emiten atau Perusahaan Publik yang bermaksud menerbitkan Efek Syariah wajib untuk menandatangani dan memenuhi ketentuan akad yang sesuai dengan syariah atas Efek Syariah yang dikeluarkan.
  4. Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah wajib menjamin bahwa kegiatan usahanya memenuhi Prinsip-prinsip Syariah dan memiliki Shariah Compliance Officer.
  5. Dalam hal Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah sewaktu-waktu tidak memenuhi persyaratan tersebut di atas, maka Efek yang diterbitkan dengan sendirinya sudah bukan sebagai Efek Syariah.
EMITEN YANG DIANGGAP SUDAH MEMENUHI KRITERIA SYARIAH

Bursa Efek Jakarta atau Bursa Efek Indonesia bersama DSN telah menetapkan JII (Jakarta Islamic Index) yang memuat daftar emiten (perusahaan) yang go public yang sesuai dengan kriteria syariah. Sesuai dengan point 2 (ribawi) diatas yang menjadi pertanyaan besar disini adalah walaupun emiten tersebut tidak memperoleh keuntungan dari usaha riba tapi mayoritas emiten tersebut masih menggunakan dana Bank konvensional dalam menjalankan operasionalnya yang nota bene terdapat cost of capital dengan unsur riba (wallahualam).